Rumah tinggal adalah salah satu objek yang paling rentan terkena dampak bencana alam, salah satunya adalah gempa, dimana Indonesia termasuk salah satu negara yang rawan terjadi gempa. Hal ini tak dapat dipungkiri karena secara geografis, posisi negara kita ini terletak di tengah Cincin Api Pasifik, yaitu jalur gempa paling aktif di dunia.
Sebuah data publikasi yang dirilis oleh yayasan Global Earthquake Model (GEM) membenarkan informasi tersebut. GEM bahkan memberikan informasi detil dan terbuka bagi publik mengenai risiko gempa dalam skala global.
Untuk mengantisipasi kerugian material akibat gempa, Anda perlu merencanakan konstruksi bangunan tahan gempa. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pun pernah menyebutkan sebagian besar rumah yang rusak akibat gempa dikarenakan konstruksinya tidak berdasarkan pedoman bangunan anti gempa sehingga BNPB menyarankan masyarakat mengikuti pedoman atau desain rumah yang banyak tersedia.
Pada dasarnya, istilah rumah anti gempa merujuk pada arti rumah yang dibangun dengan pertimbangan dalam segi keamanan dan kekuatan rumah sehingga mampu berdiri dengan kokoh meski diterjang gempa dahsyat.
Jauh lebih tepat menyebut jenis rumah ini dengan istilah rumah tahan gempa, karena fungsinya diciptakan bukan untuk menahan atau menolak efek gempa, namun lebih mengurangi risiko kerusakan bangunan akibat terjadinya goncangan seismik serta memudahkan proses evakuasi setelahnya.
Konsep Rumah Anti Gempa
Secara garis besar, ada beberapa prinsip dasar bangunan tahan gempa yang bisa dijadikan acuan atau konsep pembangunan rumah di daerah rawan gempa, yaitu:
- Denah dan struktur bangunan yang sederhana dan simetris.
- Tinggi bangunan tidak melebihi empat kali lebar bangunan.
- Bobot atau volume bangunan yang ringan.
- Dibangun secara monolit.
- Pondasi atau struktur bawah bangunan yang kuat.
Selain strukturnya, Anda juga perlu mempertimbangkan kualitas dan kelengkapan bahan bangunan ketika akan membangun atau merenovasi rumah. Simak daftar bahan bangunannya di sini.



